HARIANSINARPAGI.COM, Sukabumi | BMKG mencatat 122 kali gempa swarm di Bogor dan Sukabumi, 11 di antaranya dirasakan warga. Daryono dari BMKG mengungkapkan bahwa karakteristik gempa swarm yang menerus dapat berdampak signifikan pada bangunan di wilayah tersebut.
Daryono menekankan bahwa gempa swarm, meskipun lemah, dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan yang tadinya tidak rusak. Ia memberi contoh pengalaman serupa di Jailolo pada 2016, di mana bangunan awalnya bagus namun menjadi rusak setelah serangkaian gempa.
Gempa swarm yang terjadi di Bogor-Sukabumi umumnya memiliki magnitudo 3,0 hingga 4,0. Sebagai contoh, gempa magnitudo 4,0 pada 8 Desember menyebabkan kerusakan pada 144 rumah di Pamijahan, Bogor, dan Kabandungan, Sukabumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pentingnya mitigasi di daerah ini diungkapkan Daryono, yang menyarankan agar bangunan tembok harus bertulang. Warga juga perlu mengetahui cara menyelamatkan diri saat bangunan bergoyang selama gempa.
Terbaru, pada 27 Desember, terjadi tiga gempa dengan magnitudo berurutan, menambah kekhawatiran akan kerentanannya. Daryono menilai gempa swarm ini berbahaya jika terus terjadi tanpa penyelesaian karena dapat merusak bangunan.
BMKG membandingkan kejadian ini dengan gempa swarm pada 2019, yang juga berkaitan dengan aktivitas vulkanik. Gunung Salak, di dekat sumber gempa, belum mengalami peningkatan aktivitas vulkanik dan tetap pada Level I (Normal). Meskipun tercatat 22 gempa tektonik lokal pada Desember 2023, tidak ada gempa vulkanik yang menunjukkan aktivitas Gunung Salak.
Meski demikian, masyarakat diimbau untuk tidak mendekati area aktif di Gunung Salak, mengingat risiko akumulasi gas berbahaya, terutama di kawah-kawah seperti Ratu, Hirup, dan Paeh. Keselamatan masyarakat menjadi prioritas, mengingat potensi bahaya dari aktivitas gempa swarm dan gunung api di wilayah tersebut.
Penulis : Mus