HARIANSINARPAGI.COM, Jakarta | Ekonomi Indonesia kini menghadapi tantangan serius. Sederet bukti menunjukkan penurunan kinerja ekonomi, termasuk data penerimaan negara yang terbaru. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dalam konferensi pers akhir pekan lalu bahwa penerimaan pajak perusahaan anjlok pada periode Mei 2024.
Penurunan Penerimaan Negara
Total penerimaan negara hingga Mei 2024 tercatat sebesar Rp1.123,5 triliun, turun 7,1% dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp1.209 triliun. Penerimaan pajak mengalami penurunan hingga 8,4%, hanya mencapai Rp760,4 triliun dibandingkan Rp830,5 triliun pada Mei 2023. Realisasi ini baru mencapai 36,2% dari target pajak tahun 2024 yang dipatok sebesar Rp1.988,9 triliun.
Dari sisi penerimaan kepabeanan dan cukai, totalnya mencapai Rp109,1 triliun, turun 7,8% dibanding Mei 2023 yang sebesar Rp118,4 triliun. Realisasi ini baru mencapai 34% dari target tahun ini sebesar Rp321 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini tentu sesuatu yang perlu untuk terus kita monitor dan waspadai,” ujar Sri Mulyani.
Implikasi Ekonomi
Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira Adhinegara menyatakan bahwa penurunan setoran Pajak Penghasilan (PPh) Badan akan berdampak pada minimnya ekspansi bisnis melalui investasi industri di tanah air. Hal ini dapat menyebabkan lapangan kerja semakin sempit dan rasio pajak merosot dari kisaran 10% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Ini sudah menjadi sinyal bahwa ekonomi kita akan mengalami tekanan yang cukup hebat pada paruh kedua 2024, terutama saat banyak perusahaan yang terhimpit biaya impor bahan baku dan logistik akan meneruskan kepada konsumen untuk bertahan,” ungkap Bhima kepada CNBC Indonesia.
“Jika konsumen dihadapkan pada harga yang baru, mungkin mereka akan mengurangi konsumsi terutama untuk barang sekunder dan tersier. Jadi, rasio pajak tahun ini akan sulit tercapai, apalagi tahun depan,” tutur Bhima.
Faktor Penyebab Penurunan PPh Badan
Pakar pajak yang merupakan Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, menjelaskan bahwa penurunan PPh Badan disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, banyak perusahaan mencairkan restitusi PPh Badan pada 2022 yang cair pada periode Januari-Juni 2024. Pencairan tersebut dilakukan setelah ada pemeriksaan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) selama satu tahun hingga menghasilkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
Kedua, geliat ekonomi pada 2024 mulai melambat sehingga banyak perusahaan mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 tahun ini. Angsuran tersebut dapat diturunkan jika proyeksi PPh Badan pada 2024 lebih besar 75% dari PPh Badan 2023.
“Jadi, dua kondisi di atas menandakan bahwa laba perusahaan mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya adalah pendapatan yang menurun. Dengan demikian, perekonomian dapat dikatakan sedang tidak baik-baik saja,” tegas Prianto kepada CNBC Indonesia.
Kesimpulan
Penurunan penerimaan pajak dan kepabeanan ini menjadi indikator bahwa ekonomi Indonesia sedang menghadapi tekanan yang signifikan. Pemerintah dan pemangku kebijakan perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi tantangan ini dan mengembalikan stabilitas ekonomi. Sementara itu, masyarakat diharapkan tetap waspada dan bijak dalam mengelola keuangan di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti.(wld)