HARIANSINARPAGI.COM, SERANG | Kabupaten Serang akan menggelar Pemilihan Suara Ulang (PSU) untuk Bupati dan Wakil Bupati pada 19 April 2025. PSU ini merupakan perintah Mahkamah Konstitusi setelah ditemukannya pelanggaran serius dalam pemilu sebelumnya. Keputusan ini menjadi titik balik penting dalam sejarah demokrasi lokal Serang.
Lebih dari sekadar pengulangan administratif, PSU adalah panggilan untuk memperbaiki luka demokrasi yang sempat tercoreng. Masyarakat diajak hadir ke TPS bukan hanya sebagai pemilih, tetapi sebagai penjaga martabat demokrasi. Setiap suara yang masuk membawa harapan akan perubahan yang lebih jujur dan berintegritas.
Bias Maulana Saputra, Ketua Umum HMI Komisariat Persiapan UNPAM Serang, menyebut PSU ini sebagai fase kritis yang tak boleh dianggap remeh. “Sepanjang sejarah Serang, baru kali ini terjadi PSU. Ini alarm keras agar kita waspada terhadap praktik curang,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pengawas dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Serang terus melakukan sosialisasi ke berbagai lapisan masyarakat untuk menjaga partisipasi tetap tinggi. “Kami mengajak seluruh warga untuk datang ke TPS dan gunakan hak pilih secara bertanggung jawab,” ujar perwakilan KPU. PSU akan digelar serentak di wilayah terdampak.
Sementara itu, Mulyadi, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang Kampus Serang, mengkritisi penyebab PSU. Menurutnya, kejadian ini mencerminkan lemahnya manajemen penyelenggaraan pemilu. “Pemilihan ulang ini jadi cermin buruk demokrasi kita. Ini seharusnya tak perlu terjadi lagi di masa depan,” ujarnya.
Pelaksanaan PSU kali ini bukan hanya koreksi teknis, tetapi juga koreksi moral atas kelalaian sebelumnya. Di tengah meningkatnya kepercayaan publik terhadap mekanisme hukum, PSU menjadi ujian sekaligus peluang. Ini saatnya membuktikan bahwa demokrasi lokal masih bisa diselamatkan.
Suksesnya PSU tidak bergantung pada siapa yang terpilih, tapi bagaimana proses itu dijalankan dengan jujur dan adil. Partisipasi aktif masyarakat, netralitas penyelenggara, serta ketegasan lembaga pengawas menjadi kunci. Serang punya kesempatan mencatat sejarah, bukan lewat pengulangan, melainkan lewat pembaruan. (Yadi)






