HARIANSINARPAGI.COM, TANGERANG | Warga Karawaci yang beraktivitas di Jakarta menghadapi dilema transportasi sehari-hari yang tak kunjung usai. Pilihannya hanya dua: naik bus dengan risiko terjebak macet berjam-jam atau naik KRL dengan risiko berdesakan di tengah padatnya penumpang.
Kemacetan masih menjadi tantangan utama meskipun berbagai moda transportasi umum, seperti Transjakarta, MRT, LRT, dan KRL, terus diperbanyak. Namun, bagi banyak pekerja dari Karawaci, perjalanan pulang-pergi tetap menjadi perjuangan, terutama bagi mereka yang mengandalkan bus umum seperti Transjakarta atau Transjabodetabek Damri.
Seorang pengguna Transjabodetabek Damri mengisahkan perjalanan dua jamnya setiap hari dari Jakarta ke Karawaci. Rute tol Jakarta-Tangerang, yang seharusnya bebas hambatan, justru sering kali macet parah di titik-titik seperti Harmoni, Grogol, hingga sepanjang tol itu sendiri. Meski macet menjadi bagian dari rutinitas, kenyamanan duduk di bus dianggap lebih baik daripada harus berdiri berdesakan di KRL.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi yang ingin menghindari macet, KRL menjadi pilihan yang lebih cepat. Rute Duri-Tangerang, yang hanya memakan waktu sekitar 1,5 jam, menawarkan solusi lebih cepat dibandingkan bus. Namun, tantangan lain muncul: desakan penumpang yang luar biasa. Di Stasiun Duri, penumpang harus berpindah jalur dan sering kali harus berlarian agar tidak tertinggal kereta.
Bagi banyak warga Karawaci, kenyamanan menjadi pertimbangan utama. Akhirnya, Transjabodetabek Damri dengan rute Karawaci-Kemayoran sering menjadi pilihan ideal. Tarif Rp15.000 dinilai masih terjangkau, jadwal keberangkatan tepat waktu menjadi keunggulan, dan layanan berbasis digital seperti grup informasi lokasi bus serta pembayaran non-tunai melalui QRIS memudahkan pengguna.
Namun, perjalanan menggunakan bus tetap tidak lepas dari kemacetan yang melelahkan. “Istilah ‘tua di jalan’ itu benar adanya,” ungkap seorang pengguna setia Transjabodetabek. Kemacetan yang memakan waktu berjam-jam tetap menjadi tantangan, bahkan bagi moda transportasi yang dianggap lebih nyaman.
Dilema ini menjadi bagian dari keseharian warga Karawaci. Naik bus berarti siap “tua di jalan” akibat macet, sementara naik KRL berarti harus tahan “kena gencet” di gerbong padat. Hingga kini, mereka hanya bisa menjalaninya dengan pasrah sambil berharap solusi transportasi yang lebih baik. (Senny)
Sumber Berita : Artikel ini dikutip dari MOJOK.CO.